29 January 2012

Pengen beli sup buah lagi

gambar tidaklah berkesesuaian dengan kisah
(Peringatan : efek samping berupa pengaruh dramatisasi)

Kalau sempat singgah di Pandega Marta, jalan alternatif menuju ring road utara, kira-kira arah barat laut dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, di sana tersedia jajanan sup buah cukup dengan empat ribu rupiah seporsinya.

Tergantung dari jenis dan komposisi buahnya, harga segitu sudah lumayan banyak isinya. Apalagi bagi para penderita dahaga, di saat pagi sudah mulai menyengat, setelah main futsal.

Ditambah dengan hujan, yang akhir-akhir ini jarang menyapa, telah menyindir semua hati yang peka,,, sungguh maksiat apa yang kini menjadi biasa.
Ditengah segarnya irisan buah dan lumeran sirup serta susu kental manis, ternyata rasa ini bisa menjadi miris meringis.

Ada adik laki-laki yang duduk tak jauh dari saya, kira-kira umurnya kurang dari 5 tahun, berpose dengan lucunya. Dengan kedua tangan kecilnya ia menggenggam erat hp kakak perempuannya, yang sedang sibuk menyiapkan sup buah untuk para pembeli, sembari ia tempelkan di pipi tembemnya yang sebelah kiri.

Handphone itu sebenarnya masih cukup jelas terdengar, memutar lagu dangdut yang liuk menggeliat ke telinga, tapi laki-laki mungil ini masih terlalu polos untuk mengerti desahan suara wanita di hp itu. Dua pasang bibir tipisnya sudah terlanjur bergerak patah-patah namun seirama mengikuti sesatnya alunan musik itu.

Mata adik ini memandang kosong ke cakrawala, hanya fokus pada genggamannya dan apa yang didengarnya.Sekali-kali celotehnya terdengar mengulangi bait demi bait. Terkadang kepalanya pun ikut melenggak selaras dengan tabuhan gendang.
Ia pun terus bersenandung, seakan tak peduli respons gemas orang di sekitar yang sedari tadi mengamati tingkah imutnya.

Para penonton hanya tersenyum dan tertawa lirih, kagum menyaksikan keluguan tanpa noda yang sedang asyik mengiringi lirik nada tak berarti.

Tidak butuh analisa tajam dan terpercaya untuk memprediksi bahwa tidak lama lagi, anak ini akan menghafal di luar kepala apa yang ia dengarkan.

Aduh sayang,, disayang,,,,,,,
saya sudah melaju meninggalkannya,, bingung,, apakah terkesima dengan murahnya sup buah di hari yang terik seperti ini, atau karena adegan singkat, remeh, namun meresahkan tadi.

Akhirnya,, setelah kini bersandar di dinding kamar,, duniaku dialihkan oleh mushaf Al-Quran yang tergeletak sepi di atas meja., tiba-tiba saja tersemburat dalam dada

“ku ingin beli sup buah lagi”.

0 comments:

Post a Comment